negarawan berpikir tentang generasi mendatang
---JAMES F CLARKE, Pendeta Jerman, 1810-1888
SEANDAINYA Pilkada Jawa Barat digelar hari ini, maka
Ridwan Kamil-lah pemenangnya. Ia layak dan pantas menjadi Gubernur, mengalahkan
kandidat-kandidat lain yakni Deddy Mizwar, Dede Yusuf, dan Dedi Mulyadi.
Begitulah hasil exit-poll yang dilakukan beberapa lembaga
survei, salah satunya Indo Barometer. Ridwan Kamil (RK) unggul telak dibanding
tiga kandidat lainnya.
Sayang, Pilkada Jabar baru akan berlangsung pada tahun
depan, 2018. Sehingga, segala kemungkinan masih akan terjadi. Peta politik di
tanah Sunda itu masih bakal berubah-ubah dan bisa jadi sangat dinamis.
Ya, nama RK sejak lama memang popular dan dianggap
yang paling punya elektabilitas tinggi untuk jadi orang nomor satu di Jabar.
Karena itu, Partai Nasdem pimpinan Surya Paloh langsung bergerak cepat,
mendeklarasikan RK sebagai bakal Cagubnya, pekan lalu. RK pun setuju atas
dukungan itu.
Memang unik. Nasdem cuma punya 5 kursi tapi sudah
berani mengusung RK. Tentu saja partai ini nanti harus berkoalisi dengan
partai-partai lain. Nasdem sepertinya ingin membangun imej sebagai parpol yang leading membidik tokoh hebat sebagai calon
kepala daerah, seperti halnya di DKI Jakarta ia yang pertama mendukung Ahok.
Sementara, Partai Gerindra yang sebelumnya mendukung
RK sebagai Walikota Bandung, kemungkinan tidak akan menjagokannya lagi.
Sepertinya parpol pimpinan Prabowo ini kecewa dan tak mau berkoalasi dengan
Nasdem, yang notabene pendukung berat Presiden Jokowi.
Demikian pula PKS, yang pada Pilkada 2013 bersama
Gerindra mendukung RK sebagai Walikota Bandung, tak akan lagi mendukung RK. PKS
berencana mencalonkan Netty Prasetiyani, istri Gubernur Ahmad Heryawan (Aher)
Akankah RK berhasil meraih jabatan Gubernur Jabar pada
2018? Mari kita menimbang-nimbang.
Dari segi skill, kemampuan RK tak perlu diragukan
lagi. Ia boleh dibilang sukses membangun kota Bandung. Banyak perubahan fisik
maupun mentalitas masyarakat yang dilakukan sang arsitek ini. Penataan
birokrasi di kota kembang itu juga terbilang bagus di bawah kepemimpinan RK. Sayang,
kalau kinerjanya hanya diabdikan untuk satu kota, lebih baik untuk Provinsi
Jabar.
Bahkan hampir saja RK ikut Pilkada DKI Jakarta 2017,
yang berarti harus bersaing dengan Ahok. Namun, niatan itu berhasil dicegah
Jokowi, dengan alasan para pemimpin hebat jangan numpuk di Jakarta. Lebih baik
tersebar di banyak daerah, dalam hal ini RK lebih bermanfaat di Bandung saja,
atau memimpin Jawa Barat saja.
Karier politik RK memang masih amat panjang. Kini ia
baru berusia 46 tahun. Tapi, dalam usia mudanya, ia telah menunjukkan sebagai
pemimpin yang cemerlang dan punya masa depan yang cerah. Terutama dari kinerja
dan prestasi yang diukirnya.
RK sudah punya modal yang sangat kuat dari segi
prestasi. Lantas, bagaimana dengan dukungan politik dari partai-partai?
Menyusul Nasdem, kemungkinan besar PDIP juga akan mendukungnya. Bahkan
partai-partai yang berkolasi di pemerintahan Jokowi diprediksi bakal ikut
mendukung pula, seperti: PKB, Hanura, dan PPP. Kecuali Golkar, karena punya
calon yakni Dedy Mulyadi.
Karena itulah, sepertinya RK akan melenggang bebas meraih
kursi Jabar 1. Meski mungkin ada pertarungan dengan beberapa kandidat lain,
kans RK tetaplah yang terbesar. Asalkan, selama menjelang dan mendekati Pilkada
2018, ia bisa menjaga kualitas dirinya: prestasinya dan reputasinya.
Jangan lupa, goncangan politik dari kubu lawan begitu
mudah muncul dan ada pula yang mengipas-ngipasinya. Contohnya saja, sehari
setelah RK menerima dukungan dari Partai Nasdem, ia sudah mendapat serangan –
entah dari mana asal-muasalnya – dengan tuduhan Syiah. Suka atau tidak, tuduhan
ini bersifat negatif.
Terdengar pula suara nyinyir bahwa RK nafsu kekuasaan
dengan mengincar kursi gubernur Jabar, sehingga rela menerima dukungan Nasdem,
padahal Pilkada masih setahun lagi. Nasdem sendiri beralasan, pemimpin Jabar 1
harus jauh-jauh hari disiapkan, agar pada saatnya tiba tidak ’gelagapan’ alias
asal pilih.
Dibanding kandidat lain, reputasi RK pun tetap unggul.
Dengan Deddy Mizwar, misalnya. Meski Sang Nagabonar kini menjadi Wagub, tak
terlihat prestasinya. Orang malah sering mengejek bahwa sang Wagub terlalu
sibuk ’jualan sosis’ alias menjadi bintang iklan produk makanan tersebut.
Kemudian dibanding dengan Dedy Mulyadi, RK juga lebih
diterima oleh masyarakat Jawa Barat. Dedy agak kontroversial lantaran kerap melakukan
aksi budaya yang justru dianggap melanggar kearifan lokal.
Lantas, bagaimana dibanding Dede Yusuf? Dede memang popular, tapi bukankah ia pernah
kalah dalam Pilkada Jabar 2013? Walaupun Dede juga pernah punya pengalaman
sebagai Wagub-nya Aher, namun kinerjanya juga tidak tampak. RK justru lebih prospektif,
karenanya Dede pun bukan lawannya yang berat. Alhasil, sepertinya kursi
Gubernur Jabar 2018 jatuh ke tangan RK.
Bila RK sudah menjadi Gubernur Jabar, akankah ia juga
tergiur dengan kursi Wapres atau bahkan Presiden 2019? Bagaimana peluangnya? (Bersambung)
Batavia, 26 Maret 2017.