Rabu, 21 November 2012

Daging Sapi & Politik Dagang Sapi

Politisi di mana-mana sama saja. Mereka berjanji
membangun jembatan, bahkan ketika tidak ada sungai sekalipun
--Nikita Krushchev, negarawan Soviet (1894-1971)


SAYA bukan termasuk orang yang gemar makan daging. Sesekali saja mengonsumsinya, itu pun dalam porsi kecil. Kenapa? Terutama karena faktor umur dan demi kesehatan. Saya percaya, terlalu banyak makan daging tidak baik bagi sirkulasi darah dalam tubuh. Lebih sehat banyak makan ikan dan sayur-sayuran. Karena itu, ketika pekan lalu terjadi kelangkaan daging sapi akibat harganya sangat mahal (Rp 100-120 ribu/kilogram) dan para pedagang daging sempat mogok, saya tidak risau. Namun saya ikut prihatin melihat para pedagang; berkurang penghasilan mereka, termasuk juga para pengusaha rumah makan padang yang terpaksa tak menjual rendang. Para tukang bakso dan soto juga menderita karena kehabisan daging sebagai bahan utama menunya.

Konon, kelangkaan daging sapi -- terutama di Jabotabek -- itu akibat ulah importir daging. Mereka mempermainkan harga. Sementara pasokan daging sapi lokal atau dari dalam negeri terbatas. Daging sapi impor diakui lebih berkualitas. Nah, di sinilah para spekulan bermain dan mencari untung sendiri, tanpa peduli nasib para pedagang. Alhasil, para pembelilah yang jadi korban. Sudah harganya sangat mahal, susah pula mencarinya. Seorang teman yang gemar makan rendang bahkan dengan kesalnya berkata, ''Huh, negara macam apa ini, cari daging saja susah. Katanya negara kita negara pertanian, tapi tidak ada daging. Terpaksa deh aku puasa makan rendang....''

Jangan terlalu heran mengapa Indonesia bisa terjadi kelangkaan daging sapi. Pertama, karena memang sejak lama negara kita sudah tidak mampu berswasembada pangan. Beras, gula, minyak goreng, kedelai, bahkan cabe merah pun sebagian besar  impor. Termasuk daging sapi pun impor. Ketika pasokan impor terbatas dan harganya selangit, otomatis kelangkaan daging sapi terjadi. Kedua, bukankah politik Indonesia mengenal praktik dan istilah yang tidak jauh dari sapi? Maksudnya adalah ''politik dagang sapi.'' Sebuah praktik politik yang licik, negatif, hanya menguntungkan para elit tapi mengorbankan wong cilik. Boleh jadi kelangkaan daging sapi pun akibat ''politik dagang sapi''.

Apa sih maksudnya ''politik dagang sapi''? Dalam pengertian sederhana adalah, tawar-menawar dan jual-beli kepentingan yang dilakukan sejumlah partai politik untuk tujuan tertentu. Misalnya di DPR, sejumlah perwakilan partai politik lewat fraksi-fraksi melakukan tawar-menawar dalam melaksanakan hak-hak anggota dewan misalnya hak interpelasi, hak angket, penyusunan anggaran (APBN) dan perumusan undang-undang. Akhirnya terjadilah dan tercapailah kompromi di antara mereka. 

Demikian pula di pemerintahan, partai-partai politik juga bisa melakukan tawar-menawar dalam penyusunan menteri di kabinet. Terutama partai politik yang tergabung dalam koalisi besar, sangat mungkin terjadi tawar menawar posisi menteri. Mereka berbagi kursi kekuasaan. Makanya, ada istilah pula ''kabinet dagang sapi''. Itu berarti, kabinet tersebut terbentuk dari tawar-menawar antara parpol-parpol yang berkoalisi. Hampir setiap periode pemerintahan baru di Indonesia, cenderung membentuk ''kabinet dagang sapi'', termasuk pemerintahan SBY saat ini.  

Mengapa sampai disebut ''politik dagang sapi''? Dari mana asal-usul istilah ini? Konon bermula dari sebuah kisah. Menurut sejarawan keturunan Arab, Alwi Shahab, di tahun 1970-an Indonesia masih menjadi eksportir sapi. Pada saat itu perdagangan sapi sangat marak sekali di pasar-pasar. Karena di dalam perdagangan lazim terjadi tawar menawar, maka muncullah istilah politik dagang sapi. Artinya politik yang disusupi jual-beli kepentingan.

Celakanya, ''politik dagang sapi'' hanya untuk kepentingan para elit semata. Sedikit pun tidak mempedulikan, mendengar, dan  mengakomodir aspirasi konstituen  atau rakyat banyak. Para elit politik dan petinggi parpol melakukan jual-beli kepentingan dan kompromi-kompromi secara sembunyi-sembunyi. Jangankan rakyat, kalangan pers pun kadang tidak mengetahuinya. Banyak kompromi politik yang luput dari perhatian para jurnalis sehingga tidak terekspose lewat media massa. Itulah liciknya dan negatifnya praktik ''politik dagang sapi.'' Para pelaku politik terkadang sulit menghindarinya...

Pos Pengumben, 22 November 2012
ZHM






1 komentar:

  1. Semoga info ini bermanfaat juga, memang banyak orang yang ingin sukses udaha dagang nya tanpa dibarengi dengan kualitas produk & pelayanan yang dijualnya. Bagaimana bisa? Karena yang namanya cara dagang memang perlu adanya peningkatan kualitas barang dagangannya. Tak perlu melakukan hal yang repot seperti belajar bisnis atau kursus online. Umumnya orang dagang sudah punya banyak pengalaman sebagai usaha nyata (lahir) nya, tapi terkadang masih kurang mengerti ilmu pelarisan seperti dalam usaha batin nya. Maka dari itu silakan coba mengimbangi dengan sarana batin, seperti menggunakan sarana pelarisan. Banyak orang yang bilang sebaiknya memang usaha nyata (lahiriah) dengan usaha batiniahnya harus seimbang. Berbicara masalah pelarisan dagang, ada yang pernah menyarankan menggunakan sebuah JIMAT yang katanya AMPUH. Informasi selengkapnya
    saya peroleh dari DISINI>> JIMAT PELARISAN
    Semoga bermanfaat.




    kursus online

    BalasHapus