Jumat, 07 Desember 2012

Kasus Andi Mallarangeng, ''Membalikkan Pisau Dapur''

Apabila manusia baik, hukum tidak ada gunanya.
Tetapi jika manusia jahat, hukum dilanggarnya
--Benjamin Disraeli, PM Inggris (1804-1881)

MUNDUR dari jabatan menteri bukanlah tradisi politik Indonesia. Itu hanya ada di Eropa, Amerika, Jepang, Korea dan China. Di Indonesia sekalipun sang menteri atau pejabat diduga kuat terlibat kasus besar seperti korupsi, cenderung tetap bertahan. Kebanyakan mereka malah sibuk membela diri atau mencari alibi dirinya tak terlibat kasus itu. Mereka ngotot mempertahankan jabatannya walau dicaci maki, dihujat, dan didesak publik agar lengser.

Karena itu, sikap Andi Alfian Mallarangeng mengundurkan diri dari jabatan Menpora, Jumat (7/12) kemarin, mendapat apresiasi positif dari sejumlah kalangan. Andi dinilai gentle atau jantan. Padahal dirinya baru ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam kasus dugaan korupsi proyek sportcenter Hambalang. Surat penetapan status itu, termasuk surat pencekalan dirinya, pun belum diterimanya. Tapi Andi langsung bersikap: ia undur diri, setelah sebelumnya melapor dulu kepada Presiden SBY.

Yang juga menarik, dua adik Andi yakni Choel dan Rizal Mallarangeng, langsung menggelar konferensi pers. Choel memanfaatkan kesempatan ini untuk menegaskan dirinya sepeser pun tidak menerima uang haram dari proyek Hambalang. Selama ini memang santer kabar bahwa Choel terlibat, apalagi M Nazaruddin (yang sudah terpidana) dalam persidangan sering menyebut-nyebut nama Choel. Meski begitu Choel mendukung sikap Andi yang mundur dari jabatannya. Bahkan Choel menyatakan siap -- bila perlu secepatnya -- membantu aparat hukum guna menuntaskan kasus ini.

Semoga saja itu dilakukan dengan penuh ketulusan, bukan pencitraan....

Dari dua peristiwa itu dapat disimpulkan bahwa Trio Mallarangeng Bersaudara tidak melakukan perlawanan terhadap institusi hukum (baca: KPK) meskipun Andi sudah dinyatakan sebagai tersangka bahkan dicekal ke luar negeri. Mereka malah berjanji akan bersikap kooperatif dalam menyelesaikan kasusnya itu, agar segera tuntas. Ini sangat berbeda dengan umumnya pejabat di Indonesia yang berstatus tersangka; ada yang melawan, berusaha membela diri, menghindari panggilan KPK dengan alasan tak jelas, mangkir dari pemeriksaan penyidik dengan dalih sedang sakit, atau langsung buron ke luar negeri. 

Sikap kooperatif Trio Mallarangeng itu layak dipuji. Ini akan jadi preseden baik di kemudian hari, bahwa pejabat atau menteri yang berstatus tersangka kasus korupsi dimungkinkan mengundurkan diri dari jabatannya. Juga tidak melakukan pembangkangan. Andi bersaudara sudah memberikan contoh. Bahwa mereka terlibat atau tidak dalam kasus korupsi proyek Hambalang, lembaga pengadilanlah nanti yang berwenang membuktikannya. 

Padahal, bagi mereka bertiga, bersikap seperti itu tidaklah mudah. Ego dan arogansi bisa lebih mengemuka. Maklum, Trio Mallarangeng dikenal dekat dengan SBY. Merekalah yang menggarap pemenangan Partai Demokrat dan Capres SBY dalam Pemilu/Pilpres 2004 dan 2009. Terutama untuk urusan survei, iklan, dan pencitraan. Nyatanya memang sukses. Dengan modal kedekatan itu,  bisa saja mereka melakukan perlawanan, tetapi mereka justru bersikap kooperatif. ''Kami tidak mau kasus ini membebani pemerintahan SBY,'' kata Andi  maupun Choel.

Bagaimana kelanjutan kisah Trio Mallarangeng ini? Siapa lagi yang bakal ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang? Dan, siapa mengganti Andi untuk mengisi jabatan Menpora? Kita tunggu dan lihat saja nanti...

Yang pasti, ada sejumlah menteri Kabinet SBY periode 1 dan 2 yang terseret kasus (dugaan) korupsi. Entah selagi menjabat ataupun setelah tidak jadi menteri. Beberapa nama boleh disebut misalnya: Paskah Suzeta, Bachtiar Chamzah, Yusril Ihza Mahendra, dan Siti Fadilah Supari. Beberapa pejabat di bawah menteri juga kesandung kasus korupsi. Ada yang sudah dipenjara, ada yang sudah bebas, dan ada pula yang perkaranya masih dalam persidangan. Ini menunjukkan bahwa menteri dan pejabat tidak kebal hukum. Mereka bisa dijerat, asalkan lembaga penegakan hukum khususnya KPK punya bukti-bukti kuat serta mau dan berani menyeret mereka demi keadilan dan penegakan hukum.

Selama ini hukum di Indonesia memang bak pisau dapur: tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, yang artinya keras terhadap rakyat atau orang-orang tak berduit, tetapi mereka yang kaya dan punya jabatan tinggi nyaris tak tersentuh. Akibatnya, penegakan hukum dilakukan dengan cara tebang pilih. Siapa yang akan dijerat dan sebaliknya siapa yang akan dilepas atau dibebaskan. Begitulah penegakan hukum dengan analogi pisau dapur.

Nah, dengan terjeratnya Andi Mallarangeng (menteri aktif yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi), setidaknya KPK berupaya ''membalikkan pisau dapur'' dalam menegakkan hukum di negeri ini. Sehingga hukum pun tajam terhadap para pejabat tinggi atau orang-orang yang sedang di atas kursi kekuasaan.... 

Kebon Jeruk, 8 Desember 2012.
ZHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar