Minggu, 02 Desember 2012

Lawan Malaysia, Ingatlah Ucapan Bung Karno

Jangan menutup kandang setelah kuda hilang
--Pepatah Melayu Lama


PENGGEMAR sepakbola di tanah air mungkin masih dongkol. Rasa kesal dan kecewa belum juga sirna. Maklum, Timnas Garuda kalah 0-2 atas Malaysia dalam laga penyisihan grup Piala AFF 2012, Sabtu (1/12) kemarin. Kekalahan ini membuat Timnas Indonesia gagal melaju ke babak berikutnya. Tidak seperti dua tahun lalu kita menjadi finalis, yang berhadapan pula dengan tim Malaysia. 

Yang menyesakkan dada, kekalahan kali ini bukan hanya di pertandingan, tapi juga di luar pertandingan. Sebagaimana ramai diberitakan, suporter Malaysia melakukan perbuatan yang tak etis: menghina, mengejek, bahkan menganiaya suporter Timnas kita yang hendak menonton di stadion Bukit Jalil. Malah beberapa hari sebelum duel kedua tim di lapangan hijau, perang urat syaraf (psywar) sudah berlangsung panas.

Kekalahan Timnas Indonesia atas Malaysia sesungguhnya bukan hanya kekalahan dalam sepakbola. Tapi kekalahan dalam banyak bidang. Dalam banyak hal. Ya budaya, ya sosial, ya ekonomi, bahkan politik. Bangsa kita sudah lama kalah dari negeri jiran itu. Malaysia memang negara kecil, tapi sudah lebih besar (baca: berprestasi)  daripada kita. Indonesia memang negara besar, tapi bisa jadi kecil saat berhadapan dengan Malaysia.

Bukti paling nyata adalah dalam bidang budaya. Betapa banyak karya seni-budaya Indonesia yang berhasil ''dicuri'' dan diklaim sebagai milik Malaysia. Lagu Terang Boelan, Tari Pendet, Reog Ponorogo, Rendang, adalah beberapa di antaranya. Banyak karya seni-budaya kita yang mereka akui sebagai miliknya dan dijual dalam pariwisata. Dari situ mereka mendapatkan hasil devisa. Sedangkan Indonesia cenderung mengabaikannya sehingga tidak mendapatkan apa-apa. Setelah adanya klaim mereka, barulah kita sadar dan cepat-cepat memproteksinya.

Di lain sisi, beberapa karya seni Malaysia justru mewabah di Indonesia. Film Upin & Ipin dan Boboboy misalnya, sangat digandrungi anak-anak di Indonesia. Anak-anak kita cuma jadi penontonnya. Sedangkan film anak-anak produksi Indonesia, selain memang tidak ada, juga tak mampu menembus pasar Malaysia. Soal ini kita sudah ditinggal Malaysia.

Demikian juga tenaga kerja Indonesia (TKI), begitu banyak yang bekerja di Malaysia. TKI adalah contoh nyata orang Indonesia bekerja dan membangun untuk negeri Malaysia, bukan untuk negaranya sendiri. Mereka memang dibayar dan pemerintah Indonesia pun dapat uang. Tetapi sebetulnya sumber daya manusia Indonesia telah dimanfaatkan untuk membangun Malaysia. Celakanya, tidak sedikit TKI yang diperlakukan tidak manusiawi, lebih rendah daripada budak. Tenaga para TKI diperas, dan jika salah langsung disiksa majikan, dipukuli, distrika, malah ada yang dihukum mati. Indonesia selalu telat mencegah atau mengantisipasi penghukuman terhadap TKI. Mereka nyaris tak terlindungi.

Belum lagi soal politik. Beberapa wilayah atau daerah perbatasan misalnya, seringkali jadi bahan keributan karena Malaysia dengan seenaknya mematok serta mengakui wilayah Indonesia sebagai wilayah Malaysia. Beberapa pulau kecil dekat Pulau Kalimantan juga ada yang diakui sebagai miliknya. Ada yang karena klaim sendiri, ada pula yang dibelinya dari oknum pengusaha. Dalam kasus ini, pemerintah Indonesia seringkali tidak tegas dan bersikap dingin sehingga Malaysia mudah bertingkah. 

Singkat kata, dalam banyak hal bangsa kita memang tertinggal bahkan kalah dibanding Malaysia. Padahal, sebagai negeri serumpun, Malaysia sebetulnya lebih junior atau ''adik''-nya Indonesia. Tapi lantaran mereka lebih maju dan lebih hebat, ya akhirnya berani ''ngelunjak''. Buktinya dengan mudahnya mereka mengejek dan melecehkan kita, terutama dalam bidang sepakbola. Maka, wajar saja jika ada yang mengaitkan kekalahan sepakbola kita adalah gambaran kegagalan pemerintah Indonesia (SBY). Yang tak becus mengatasi kemelut PSSI, yang tak mampu membina sepakbola nasional, yang tak beres melindungi karya seni-budaya bangsa, yang tak tegas mengatasi masalah perbatasan, dan sebagainya. 

Dulu Bung Karno dengan nyali besar dan gagah perkasa berani mengajak bangsa Indonesia: Ayo, Kita Ganyang Malaysia! Rupanya kala itu beliau sudah membaca tanda-tanda zaman bahwa kelak Malaysia akan hebat dan dengan seenaknya melecehkan Indonesia. Sekarang sudah terbukti, harga diri bangsa kita diinjak-injak Malaysia. 

Apakah selamanya kita akan diam saja? Tergantung presidennya!

Kebon Jeruk, 3 Desember 2012
ZHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar