Selasa, 11 Desember 2012

Malaysia, ''Adik'' yang Jahat?

Setiap bangsa menertawan bangsa-bangsa lain,
dan semua menganggap benar
--Arthur Schopenhauer, Filsuf Jerman (1788-1860)


SEWAKTU kuliah dulu saya punya empat adik kelas dari Malaysia. Tiga perempuan, satu laki-laki. Mereka memang merantau ke Jakarta untuk meraih gelar sarjana. Sekali waktu, saya ajak mereka ngobrol sembari menikmati hidangan di kantin kampus. Kami bicara panjang lebar dari soal perkuliahan, demo, politik, cita-cita, dan.....cinta. 

Nah, ada satu hal yang saya tanyakan dan menurut saya ini penting. Pertanyaannya begini: sebagai warga Malaysia, apa yang kalian lihat dan ingin katakan tentang Indonesia? Jawaban mereka ternyata sama. Mereka menganggap Indonesia sebagai abang, sebagai kakak, sebagai senior, dalam segala hal. ''Dari segi budaya dan politik, kami-kami ini masih di bawah Indonesia. Kami sangat hormat dan mesti belajar dari orang-orang Indonesia. Kami menganggap sebagai saudara tua. Hampir semua orang Malaysia menganggap orang Indonesia sebagai saudara tua,'' tutur Siti Alica, salah satu mahasiswi junior itu, sekitar 20 tahun lalu.

Faktanya, pengakuan mereka sangat kontras dengan keadaan sekarang. Warga atau bangsa Malaysia tidak lagi menganggap orang-orang Indonesia sebagai senior atau saudara tua mereka. Buktinya, mereka sudah tidak hormat lagi dan kerap melakukan berbagai pelecehan terhadap masyarakat dan bangsa Indonesia. Itu dilakukan bukan hanya oleh warga sipil, tapi juga sejumlah pejabat Malaysia. Dari pencurian atau klaim karya seni budaya Indonesia sebagai milik mereka hingga penguasaan daerah perbatasan serta pulau-pulau kecil yang terpencil. Tegasnya, orang-orang Malaysia selalu bikin kesal hati orang Indonesia.

Kasus terbaru, mantan Presiden BJ Habibie juga jadi korban. Habibie dibilang pengkhianat bangsa Indonesia. Habibie disamakan dengan tokoh oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, yang dikatakan menjadi antek-antek imperialisme. Yang memberikan stigma negatif itu adalah bekas Menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin, dalam sebuah artikelnya di media setempat, Utusan Malaysia. Ini memang mengejutkan. Tidak ada angin, tidak ada hujan, mengapa tiba-tiba Habibie diserangnya. 

Pak Habibie ternyata tidak marah. Beliau justru menyikapinya secara santai sambil mengatakan, ''Anggap saja ini pujian.'' Tapi kalangan DPR menyesalkan pernyataan Zainudin itu dan akan mengirimkan surat protes resmi kepada pemerintah Malaysia. DPR menilai opini mantan Menpen Malaysia itu sudah keterlaluan, menghina mantan Presiden Indonesia. Sejumlah kalangan juga merasa terusik dan mendesak agar pemerintah dalam hal ini Presiden SBY mengambil sikap tegas terhadap perilaku pejabat di negeri jiran itu. 

Tingkah orang-orang atau warga Malaysia terhadap Indonesia yang sering melecehkan itu, tidak lepas dari sikap bangsa kita terhadap mereka. Dalam banyak kasus yang menimbulkan ketegangan antara kedua belah pihak, kita cenderung tidak tegas, Kita membiarkan orang-orang Malaysia itu melakukan klaim serta penghinaan terhadap sejumlah elemen bangsa dan budaya kita secara leluasa. Mereka berani berulah karena merasa kita tidak menggubris (atau takut?) terhadap mereka. 

Masih segar dalam ingatan kita ketika beberapa pekan lalu digelar pertandingan sepakbola Timnas Indonesia versus Timnas Malaysia di ajang Piala AFF 2012. Suporter Malaysia mengejek secara kasar suporter Indonesia. Bahkan ada beberapa suporter kita yang dianiaya, ditendang dan dipukuli ketika hendak menuju stadion Bukit Jalil. Fotonya beredar dan sempat dimuat beberapa media di Indonesia. Namun kita membiarkannya saja, tidak melakukan perlawanan ataupun sekadar protes ke pihak Malaysia.

Lantaran sikap kita yang pasif atau diam itulah, barangkali, yang membuat orang-orang Malaysia merasa berani bertingkah. Apalagi dalam beberapa hal mereka lebih maju sehingga lebih percaya diri untuk unjuk gigi. Dalam sepakbola misalnya, Malaysia memang lebih unggul sehingga cenderung menganggap remeh sepakbola kita. Dalam politik, Malaysia bisa jadi lebih demokratis daripada kita. Tak ayal jika ada pejabat Malaysia pun berani melecehkan seorang BJ Habibie, yang oleh rakyat Indonesia justru masih amat dihormati.

Kalau begitu, pengakuan empat mahasiswa asal Malaysia bahwa bangsa Indonesia adalah abangnya, kakaknya atau saudara tuanya dan tempat mereka belajar,  sudah tidak relevan. Tidak sesuai dengan kenyataan sekarang. Atau, Malaysia adalah ''adik'' yang jahat?

Jakarta, 12.12.12 (12 Desember 2012)
ZHM

NB: Kabar terbaru menyebutkan, link artikel yang menghina Habibie sudah dihapus dari website "Utusan Malaysia"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar