yang menghidupkan orang lain
--Albert Einstein, ilmuwan (1879-1955)
515 ORANG MENINGGAL DI PERJALANAN
Begitu judul headline sebuah koran nasional edisi
Minggu, 3 Agustus 2014. Mereka yang meninggal itu adalah korban-korban
kecelakaan lalulintas selama musim mudik Lebaran tahun ini. Meski bukan mati secara
serentak, tapi jumlahnya sangat banyak, bahkan mungkin yang terbesar sepanjang
sejarah mudik.
Jika dirinci, ada 2.196 kendaraan yang terlibat tabrakan, meliputi: 2.743 sepeda motor, 435 mobil pribadi, 300 bus, dan 337 mobil angkutan barang. Jumlah korban meninggal di darat 490 orang dan di lautan sebanyak 25 orang. Korban-korban selain meninggal dunia, juga sebanyak 757 orang mengalami luka berat dan sebanyak 2.859 luka ringan.
Jika dirinci, ada 2.196 kendaraan yang terlibat tabrakan, meliputi: 2.743 sepeda motor, 435 mobil pribadi, 300 bus, dan 337 mobil angkutan barang. Jumlah korban meninggal di darat 490 orang dan di lautan sebanyak 25 orang. Korban-korban selain meninggal dunia, juga sebanyak 757 orang mengalami luka berat dan sebanyak 2.859 luka ringan.
Mengapa
musibah tersebut tidak heboh? Mengapa tidak jadi trending
topic di sosmed seperti Twitter atau Facebook? Padahal jika sebuah pesawat
jatuh dan menelan korban misalnya 20 orang saja, masyarakat sudah gempar.
Begitupun jika misalnya kereta api tabrakan dan menimbulkan korban nyawa 80
penumpang, langsung jadi ’top news’ dan pergunjingan orang se-Indonesia, malah bisa
seminggu lamanya.
Boleh
jadi, saat ini publik memang sedang disibukkan pada urusan masing-masing.
Terutama ya urusan mudik dan Lebaran itu. Meski mereka tetap menyimak berita,
tapi tak sefokus hari-hari biasanya. Jumlah korban tewas itu juga merupakan
akumulasi dari banyak kejadian terpisah-pisah. Sehingga, tiap-tiap kejadian
bukanlah berita besar yang menghebohkan. Alhasil, berita korban mudik kurang menarik
perhatian orang.
Bisa
jadi pula, masyarakat sedang letih setelah ’’perang komentar’’ selama
berlangsungnya Pilpres sebulan penuh. Mereka capek. Mereka ingin istirahat dari
perang opini yang nyaris tanpa ujung itu. Mereka lebih memilih diam (sambil
tetap memperhatikan lingkungan sekitar) atau bersilaturrahmi dengan keluarga, tetangga,
dan teman. Maka boleh jadi mereka kurang memperhatikan para pemudik yang
bernasib malang, menjadi korban kecelakaan.
Namun
jangan lupa: 515 bukanlah angka belaka, itu nyawa manusia! Jumlah itu juga
tidak kecil. Tidak boleh dipandang remeh. Kita harus tetap prihatin, bahkan
boleh bersedih, karena ternyata banyak saudara kita yang hendak berlebaran di
kampung halaman harus kehilangan nyawa di tengah jalan. Mereka yang sejatinya
akan menemui keluarga atau saudara, justru berpisah untuk selama-lamanya,
sebelum bertemu muka.
Hari
Raya Idul Fitri yang sejatinya bisa dirayakan dengan penuh sukacita dan kegembiraan,
terpaksa harus dialami dengan penuh duka dan linangan air mata. Ada banyak
saudara kita yang kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya itu, di hari
Lebaran. Bayangkan, betapa sedihnya.... Kalau sudah tiada, baru terasa. Bahwa kehadirannya
sungguh berharga....
Karena
itu, musim mudik Lebaran tahun ini harus menjadi catatan kritis bagi pemerintah
yang memberikan layanan publik. Kualitas layanan yang rendah ditengarai menjadi
akar penyebab musibah. Terutama jalanan yang rusak seperti berlubang-lubang dan
retak, mengakibatkan banyak kendaraan mengalami kecelakaan. Seperti sudah jadi
tradisi tahunan, jalan-jalan terutama di Pulau Jawa baru diperbaiki menjelang
Lebaran. Waktunya mepet, sehingga perbaikan belum kelar, arus mudik sudah
dimulai.
Proyek
perbaikan jalan bagi para pemudik sepertinya tidak terencana dengan matang.
Terkesan sebagai proyek dadakan. Dan anehnya, itu terjadi setiap menjelang
Lebaran, bahkan sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Makanya, perbaikan
jalan jalur mudik itu kerap jadi bahan olok-olokan sebagai ”proyek pembangunan terlama di dunia.”
Namun begitu, tidak fair juga bila musibah itu sepenuhnya
ditumpahkan kepada pihak pemerintah. Masyarakat, khususnya para pemudik, juga
harus terus-menerus diingatkan tentang kesadaran berlalulintas yang aman dan nyaman,
terutama di saat sedang mudik ke kampung. Bertemu orangtua atau saudara di
kampung halaman memang penting, tapi menjaga keselamatan nyawa di jalan raya
jauh lebih penting. Karena itu, di tahun-tahun mendatang, gerakan ”mudik yang
aman dan selamat sampai tujuan” harus digalakkan. Agar korban nyawa bisa dicegah atau diminimalisir.
Sekian. Selamat Lebaran.
Sekian. Selamat Lebaran.
Kebon Jeruk, 3 Agustus
2014
ZHM
ZHM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar