Minggu, 03 Agustus 2014

Meja Kosong PNS

Jika Anda mempunyai pekerjaan yang tidak
disertai hal-hal yang menjengkelkan, berarti
Anda tidak punya pekerjaan
--Malcolm Forbes, pendiri majalah 'Forbes' (1919-1990)


Lebaran sudah. Makan ketupat sudah. Bermaaf-maafan sudah. Pulang kampung sudah. Bahkan rekreasi pun sudah. Jadi, alasan apalagi jika hari ini masih ada pegawai negeri sipil (PNS) yang bolos kerja? Bukankah libur lebaran – dengan dan atas nama ’cuti bersama’ – terbilang cukup panjang? 9 hari lamanya, 26 Juli-3 Agustus 2014.

Namun, seperti sudah jadi tradisi, sidak (inspeksi mendadak) tetap diberlakukan bagi semua PNS tingkat pusat maupun daerah. Menpan, para gubernur, walikota, hingga lurah pun turun ke lapangan memantau bawahannya. Celakanya, selalu ada banyak kursi kosong, ada pegawai yang belum ngantor tanpa alasan yang jelas. Mereka pun dikenai sanksi: dari teguran, surat peringatan, hingga pemecatan.  

Sidak terhadap PNS di hari pertama kerja pasca libur lebaran sebetulnya tidak perlu, jika mereka memiliki kesadaran dan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. Kita patut mempersoalkannya, terutama kepada PNS-PNS yang mangkir kerja, karena mereka itu digaji dari APBN/D alias uang rakyat. Berbeda dengan para pegawai swasta, digaji bukan dari uang rakyat, jadi punya aturan sendiri dalam bekerja.

Sidak terhadap PNS selama ini juga masih terkesan seremoni belaka. Bukan semacam ’’revolusi mental’’ sehingga mereka menjadi disiplin dan memiliki etos kerja yang baik. Sewaktu ada sidak saja mereka tampak serius bekerja. Setelah sang bos atau atasan pergi dan tak datang lagi, semangat kerja mereka mungkin sudah kendor lagi. Konon ini hampir merata terjadi di lembaga-lembaga birokrasi.

Lebih celaka lagi, tak sedikit PNS di tingkat provinsi yang meski sudah datang ke kantor, tapi di jam-jam kerja mereka malah keluyuran ke mal dan supermarket untuk shoping. Cukup banyak PNS di Pemprov DKI misalnya, yang kena razia Satpol PP, lantaran para pegawai itu sedang belanja di jam-jam kerja. Terhadap mereka itu, patut dipertanyakan: mana tanggung jawab dan pengabdiannya untuk masyarakat?

Jadi, apa gunanya sidak kalau mental-mental para PNS tetap saja ’jalan di tempat’? Sidak hanya akan jadi sandiwara kalau mental para PNS tidak berubah. Kata anak-anak zaman sekarang, tidak ngefek terhadap kinerja para pegawai pemerintah. Sidak hanya jadi kegiatan rutin tahunan tanpa implikasi meningkatkan disiplin serta produktivitas para PNS yang digaji dari uang rakyat.

Dulu, di zaman Orde Baru, guna menjaga disiplin dan tanggung jawab kerja para PNS, dilakukan Waskat alias pengawasan melekat. Para atasan mengawasi langsung bawahannya dalam tugas-tugas kerja sehari-hari. Hasilnya? Hanya sebagian kecil saja PNS yang memiliki kinerja bagus. Lebih banyak yang tetap bersantai-santai, misalnya yang wanita ngerumpi dan yang laki-laki main kartu domino alias gaple. Hingga muncullah istilah sinis bahwa PNS itu adalah ’Pegawai Negeri Santai.’
 
Meski begitu, tidak semua PNS berkinerja rendah dan masih membolos di hari pertama kerja setelah libu lebaran. Sebutlah misalnya polisi, dokter dan juru rawat, mereka sudah lebih awal bekerja. Bahkan tidak sedikit polisi yang bertugas di malam takbiran dan hari lebaran; mereka mengatur lalulintas dan  arus para pemudik. Demikian juga dokter dan perawat, tetap bertugas merawat pasien  di rumah sakit.

Karena itu, hari ini masyarakat berharap sudah mendapat pelayanan terbaik dari para PNS sebagaimana hari-hari biasa, misalnya di kantor kelurahan, kantor pajak, kantor samsat, bank, PLN, dan sebagainya.  Jangan ada lagi PNS di kantor pelayanan publik yang masih ogah-ogahan beraktivitas  atau mejanya kosong melompong....
 
Kebon Jeruk, 4 Agustus 2014
ZHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar