Minggu, 05 Maret 2017

Pohon Ulin & Pohon Sukarno


            Alam semesta membalas kita 
            sebanyak pemberian kita pada orang lain
             ---YITTA HALBERSTAM


ADA begitu banyak kenangan yang ditinggalkan dari kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz al Saud (Raja Saudi Arabia) di Jakarta, 1-3 Maret 2017. Salah satu yang ringan, tapi penting: penanaman pohon Ulin. Pohon khas Kalimantan ini, setinggi hampir satu meter, ditanam di halaman Istana Merdeka-Istana Negara pada Kamis menjelang sore. Prosesi penanaman itu dilakukan sang Raja didampingi Presiden Jokowi, disaksikan sejumlah menteri dan rombongan tamu dari Saudi.

Mengapa pohon Ulin? Mengapa bukan pohon lain, bukankah di Indonesia banyak sekali jenis pohon yang dapat digunakan untuk penghijauan lingkungan? Tentu ada alasannya. Kata Jokowi, ’’Ini pohon kayu besi. Kayunya sangat kuat sekali. Kita harapkan hubungan Indonesia dengan negara Arab Saudi ya sekualitas dan sekuat pohon Ulin ini,’’ sambil menuangkan empat gayung air menyiram pohon tersebut.

Di Kalimantan sendiri, pohon Ulin banyak ditanam di perkebunan. Selain untuk penghijauan, kayunya juga diproduksi untuk berbagai pembuatan barang, dari perkakas rumahtangga hingga kerangka dan tiang bangunan, jembatan, tiang listrik dan perkapalan. Kayu Ulin juga tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras.

Ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 meter dengan diameter sampai 120 cm. Pohon ini tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 400 meter. Ulin umumnya tumbuh pada ketinggian 5– 400 meter di atas permukaan laut dengan medan datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran namun sangat jarang dijumpai di habitat rawa-rawa.

Rata-rata pohon kayu ini berumur puluhan tahun baru bisa dipanen kayunya. Bahkan di Kalimantan Timur ada pohon Ulin yang sampai berusia 1.000 tahun, tingginya mencapai 20 meter, lingkaran batang bawah pohon bisa diukur dengan pelukan 10-15 orang secara bersambungan.

Penanaman pohon Ulin oleh Raja Salman itu adalah satu bentuk diplomasi politik. Indonesia selaku tuan rumah, sengaja menyediakan pohon itu dan mempersilakan sang tamu negara (Raja Salman) menanamnya. Kita tahu, pohon adalah makhluk hidup yang dinamis atau bisa membesar, bahkan bisa hidup untuk jangka waktu yang lama. Begitulah juga yang diharapkan: hubungan silaturrahmi Indonesia-Arab Saudi bisa mencapai puluhan atau ratusan tahun yang akan datang.   
       
Sangat mungkin terjadi, mengingat Indonesia dan Arab Saudi memiliki kesamaan, salah satunya adalah penduduk Indonesia mayoritas muslim. Arab dikenal sebagai negara Islam terbesar di Timur Tengah. Dan, jutaan umat Islam Indonesia saban tahun melaksanakan ibadah haji ke dua kota suci: Mekkah dan Madinah, yang berada di Arab Saudi. Jalinan ukhuwwah Islami ini hampir tidak bisa dipisahkan hingga akhir zaman.
        
Kalau kita menengok kembali sejarah hubungan kedua negara, diplomasi lewat tanam pohon sebetulnya sudah dilakukan oleh Presiden Sukarno. Ketika Bung Karno menunaikan ibadah haji ke tanah suci, pada 1960-an, beliau menggagas penanaman pohon di Padang Arafah, agar saat wukuf jamaah tidak terlalu kepanasan. Kala itu Sukarno menyumbangkan beberapa pohon untuk ditanam di Padang Arafah.
       
Raja Arab ketika itu, Raja Fahd, sangat setuju dan berterimakasih. Maka, ditanamlah beberapa pohon di tanah seluas 5,5 x 3,5 kilometer yang berpasir, berbatu, dan berbukit itu. Akhirnya pohon itu tumbuh subur dan kemudian berkembang biak. Maka, bagi jamaah haji Indonesia yang kini datang ke Padang Arafah, akan melihat langsung pohon-pohon sumbangan Presiden Sukarno itu. Padang Arafah yang semula gersang sekarang sudah mulai teduh dan ijo royo-royo.
       
Pohon apakah yang ditanam Sukarno di Padang Arafah itu? Ada yang menyebut pohon Mimba. Pohon ini memang kuat dan tahan hidup di daerah tandus bahkan yang udaranya sangat panas. Daun pohon ini konon sangat berkhasiat untuk mengobati penyakit diare. Ada pula yang menyebutnya pohon Mindi. Pohon Mimba dan Mindi memang berasal dari rumpun yang sejenis, dan mudah didapat di Indonesia.
       
Lantaran pohon yang ditanam di Padang Arafah itu cukup bagus untuk penghijauan, maka pemerintah Arab Saudi kemudian juga menanam pohon itu di kota suci Makkah, sekitaran kompleks Masjidil Haram dan Ka’bah. Hingga kemudian pohon itu dikenal – terutama di kalangan jamaah haji -- dengan sebutan ’’Pohon Sukarno.’’ Pohon itulah yang sejak lama ikut mempererat hubungan Indonesia dengan Arab Saudi.

Entah, apakah pohon Ulin di halaman Istana Merdeka itu nantinya akan disebut ’’Pohon Raja Salman’’ atau tetap pohon Ulin. Kemungkinan, jika pohon Ulin itu kelak membesar, maka pohon itu pun bakal menjadi saksi sekaligus perekat hubungan kedua negara.

Rupanya, diplomasi politik penanaman pohon punya makna penting, dan tak boleh dianggap remeh. Setidaknya untuk Indonesia dan Arab Saudi. Atau, dengan negara-negara lain di kemudian hari.

Bahkan, kalau mau dirunut lebih jauh lagi, penanaman pohon juga menjadi misi politik yang tidak terhindarkan yang dilakukan kaum penjajah di negeri ini. Misalnya saat Inggris menduduki Indonesia pada abad 18. Kala itu Thomas Stanford Rafless -- yang diangkat menjadi Letnan Gubernur di Jawa -- menanam dan mengembangbiakkan sejumlah jenis tanaman di taman Buitenzorg, yang kini dikenal sebagai Kebon Raya Bogor (KBR). Berkat jasa Rafless, kini ada KBR dan beberapa jenis tanaman langka di Indonesia.

Menanam pohon, meski tampak sepele, ternyata tidak kalah pentingnya dengan investasi di bidang ekonomi khususnya pertambangan seperti kerjasama PT Aramco dan PT Pertamina. Pohon Ulin juga bisa menjadi bahan investasi  dalam bentuk dan makna yang lain. Bahkan mungkin tak bisa diukur dengan Dolar atau Riyal.***

ZHM, Batavia, 4 Maret 2017



Tidak ada komentar:

Posting Komentar