Senin, 03 Desember 2012

Bupati Aceng Fikri, Terkenal-Tercemar

Kekuasaan dapat diibaratkan 
sebagai obat perangsang nafsu birahi
--Henry Kissinger, diplomat Amerika (1923--)


SEBULAN lalu, nama Aceng Fikri mungkin hanya dikenal di daerah Garut, salah satu kabupaten di Jawa Barat. Tak lebih luas dari daerah itu. Orang-orang di Jawa Tengah, Jawa Timur, atau DKI Jakarta sekalipun, masih sangat asing dengan namanya. Tentu saja karena Aceng hanyalah Bupati Garut. Tapi, hari-hari terakhir ini dia begitu tenar. Tak cuma se-Jawa Barat, malah mungkin se-Indonesia. Bahkan mengalahkan popularitas artis papan tengah. Aceng langsung ngetop lantaran jadi buah bibir di mana-mana. Dia  menjadi trandingtopic di televisi, koran, tabloid, media jejaring sosial (social media) dan warung-warung kopi. 

Aceng Fikri mendadak terkenal karena kasusnya: menikahi wanita berumur 18 tahun secara sirri, tapi hanya empat hari dan langsung diceraikannya melalui SMS. Alasannya terdengar lucu: sang wanita (Fany Octora) sudah tidak virgin dan mulutnya bau. Aceng merasa dibohongi. Akibat perceraian ini, sang wanita langsung shok dan mengurung diri karena malu. Berbagai kalangan mengecam keras tindakan Bupati tersebut. Bahkan Presiden SBY dan Mendagri Gamawan Fauzi pun ikut bicara. Tak terkecuali LSM Perempuan, mengutuk perilaku Aceng dengan tudingan telah melecehkan wanita serta melakukan kejahatan perkawinan. Fany Octora, sang korban, bersama penasihat hukumnya juga sudah mengadukan Aceng ke polisi/Mabes Polri.

Kasus Aceng memang langka. Mungkin kali pertama terjadi di Indonesia. Kalau saja yang melakukan itu orang biasa, ya barangkali biasa-biasa saja, takkan heboh sebagai berita. Tapi lantaran yang melakukannya adalah seorang Bupati, maka ceritanya menjadi lain dan tidak lazim. Nah, di sinilah akar perkaranya, mengapa kasus Aceng-Fany begitu menghebohkan masyarakat Indonesia.

Dalam hukum tata negara, Aceng tidak salah. Dalam hukum agama pun nikah sirri dimungkinkan. Aceng -- atau siapapun yang mendukung atau bersimpati kepadanya -- boleh saja mengatakan itu masalah pribadi dan mengapa dipersoalkan.  Eit, jangan lupa! Aceng adalah seorang Bupati, pejabat publik, pemimpin masyarakat, maka segala tindak-tanduknya terkait dengan hukum kepatutan. Artinya, apa yang dilakukan Aceng Fikri sungguh tidak patut. Bisa dikatakan melanggar etika sosial dan politik. Sebagai tokoh publik, dia semestinya jadi panutan atau contoh yang baik bagi publik. Bukan malah memberikan contoh a-moral alias buruk.

Nikah sirri dan berlangsung kilat serta cerai dengan alasan sepihak, tentu bisa dicap perbuatan jahat. Kaum perempuan pasti akan membela sang korban. Tidak salah pula bila mereka memberikan penilaian dalam perspektif gender. Mereka menilai Aceng telah berlaku zalim dan mempermainkan wanita. ''Apakah dia tidak merasa bahwa dirinya lahir dari rahim wanita, dan kemudian diasuh serta dibesarkan oleh wanita? Dia melecehkan wanita (Fany Octora) sama saja dengan melecehkan ibunya,'' kata seorang aktivis feminisme yang enggan disebut identitasnya. 

Jangankan wanita, para lelaki pun tidak berarti membela Aceng Fikri. Kaum Adam juga mencibir dan mengecam tindakan Aceng. Terutama mengaitkannya dengan jabatannya sebagai Bupati, yang tidak patut atau tidak pantas melakukan perbuatan semacam itu. Jabatannya sebagai Bupati memang tidak untuk menyakiti warganya, termasuk Fany Octora, tapi justru untuk melindungi atau mengayomi warganya khususnya warga Garut. Akibat perbuatannya itu, warga Garut kini membencinya dan mendesaknya untuk bertobat dengan cara melepaskan jabatannya itu. Wajarlah kalau Dicky Chandra yang pernah menjadi wakilnya, terpaksa mengundurkan diri karena mungkin tak tahan dengan kelakuan Aceng.  

Kini Aceng memang terkenal, tapi nama dan perilakunya pun tercemar. Sejarah akan mencatatnya sebagai ''Bupati kawin kilat''. Ada pula yang mengolok-oloknya begini: ''Ah, dasar Bupati--buka paha tinggi-tinggi.'' Banyak lagi yang mengejeknya namun umumnya berbau pornografi sehingga tak elok untuk ditulis.

Kalau protes warga Garut terus berlanjut serta Gubernur Jawa Barat dan Mendagri memproses kasusnya itu, maka bisa jadi dalam waktu dekat Aceng Fikri akan terjungkal dari jabatan Bupati. Meskipun masa kekuasaannya baru akan berakhir tahun 2013, tapi bisa saja hari ini, besok, lusa atau bulan depan sudah dilengserkan. 

Aceng Fikri adalah satu dari banyak penguasa di dunia yang (bisa) tergelincir akibat tidak tahan godaan 3TA (harta, tahta, wanita). Terutama TA yang terakhir yang menghancurkan karier serta menamatkan riwayat politiknya.

Pos Pengumben, 4 Desember 2012
ZHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar