Minggu, 25 November 2012

Boikot Produk Israel, Mungkinkah?

Kekuatan senjata dapat menaklukkan segalanya,  tetapi 
kemenangan yang didapat tidaklah kekal
--ABRAHAM LINCOLN, Presiden ke-16 Amerika (1809-1865)


SIKAP Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, kiranya patut dipuji. Dia mengajak negara-negara Timur Tengah untuk memboikot produk Israel di Markas PBB. Ajakan ini dilakukan menyusul kekejaman Zionis Israel terhadap bangsa Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun (sejak 1967) dan memanas lagi dua pekan terakhir ini hingga menewaskan puluhan orang -- termasuk wanita dan anak-anak -- Palestina. Natalegawa merupakan pejabat Indonesia pertama yang berani dan secara blak-blakan menyerukan pemboikotan tersebut.

Sejak lama sikap pemerintah kita memang sudah jelas dan tegas: membela Palestina sembari mengutuk Israel. Bahkan kita tidak pernah membuka hubungan diplomatik dengan negeri keturunan Yahudi itu. Ini sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 45 serta ideologi bangsa Indonesia. Maka, seruan Menlu Natalegawa kian mempertegas sikap bangsa kita. Palestina yes, Israel no! Aksi boikot produk diharapkan ''menyadarkan'' Israel hingga mengakhiri agresi biadabnya di tanah Palestina khususnya sepanjang Jalur Gaza. 

Sayangnya, seruan Natalegawa itu masih sebatas wacana. Belum ditindaklanjuti secara konkret misalnya berunding dengan organisasi kerjasa sama Islam sedunia OKI (Organisation of Islamic Cooperation). Pengalaman selama ini, OKI hampir tidak punya kekuatan ketika menghadapi masalah yang terkait di luar organisasi ini. Jangankan OKI, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saja nyaris tak berdaya menuntaskan masalah Israel-Palestina. Terutama karena Amerika Serikat dan sekutunya menyikapinya dengan standar ganda (double standard) bahkan jauh lebih condong pro-Israel. Tidak Clinton, tidak Bush, tidak Obama, ya sama saja. Karena itu, kalau tak ada gerakan yang konkret dan diperjuangkan secara berani, maka ajakan boikot produk Israel hanya ''sia-sia'' dan berhenti sebagai wacana belaka.

Di Indonesia sendiri, yang mayoritas penduduknya muslim dan sudah pasti anti Israel, mengalami kesulitan ketika hendak memboikot produk Israel.

Pertama, publik hanya teriak-teriak boikot produk Israel tetapi tidak tahu pasti mana saja sebenarnya produk Israel yang beredar di sini. Padahal begitu banyak jenis barang dan mereknya. Kalau boleh menyebutnya di antaranya: susu Danone dan Nestle, minuman Coca Cola, Fanta, Sprite dan Pepsi Cola, makanan cepat saji seperti MCDonanld's dan KFC, bedak Revlon dan Johnson and Johnson, cokelat Kit Kat, busana merk Calvin Klein, Levi's, Giorgio Armani, Kotex dan Hughes, dan banyak lagi yang lainnya.

Kedua, produk-produk Israel bukan cuma membanjiri Indonesia, tapi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya. Tak percaya? Sebutlah lagi beberapa merek barang seperti: komputer IBM dan Intel, ponsel merk Nokia, bahkan tempat berbelanja Carrefour pun termasuk buatan orang-orang Yahudi Israel. Kalau sejumlah produk tersebut diboikot, berarti masyarakat Indonesia harus siap-siap melepaskan semua barang tersebut dan tidak lagi memakainya dalam kehidupan keseharian. Mungkinkah? Agaknya berat, sebab film-film Hollywood di bioskop dan televisi yang kita tonton pun adalah juga produk seniman keturunan Yahudi. Banyak handphone dan media jejaring sosial seperti facebook dan twitter juga buatan orang-orang keturunan Yahudi yang terkenal amat jenius itu.  

Sebagai gerakan moral -- sebagaimana juga ajakan Menlu Natalegawa -- tentu penting dan baik-baik saja kita memboikot produk Israel, bangsa rasis yang zalim itu. Tapi ketika persoalan ini dibawa ke ranah sosio-politik, tentunya agak berat. Sebab, globalisme telah menyatukan dunia dalam satu ruang dan waktu. Tanpa sadar kita telah menjadi bagian masyarakat dunia. Sebaliknya, dunia luar termasuk produk Israel, juga menjadi bagian dari masyarakat kita, Indonesia. Ada semacam saling ketergantungan.

Nah, akhirnya tetap menjadi pertanyaan besar: mungkinkah kita memboikot produk-produk Israel terutama yang beredar di Indonesia?

Pos Pengumben, 26 November 2012
ZHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar