Selasa, 27 November 2012

Para Politisi, Mulutmu Harimaumu !

Cuma badut yang membuat manusia 
terbang ke awan, bukannya politikus tukang berkelahi
--Charlie Chaplin, komedian Inggris (1889-1977)

SUTAN Bhatoegana kena batunya. Ucapannya menuai protes keras. Yang memprotes bukan sembarang orang, melainkan keluarga besar dan pendukung Gus Dur (KH Aburrahman Wahid) serta tokoh dan massa NU (Nahdatul Ulama). Gerakan Pemuda Anshor bahkan sempat menggelar demo. Gara-garanya: petinggi Partai Demokrat itu mengatakan Gus Dur lengser dari kursi Kepresidenan lantaran terlibat kasus korupsi Buloggate dan Bruneigate. Sutan mengatakan itu dalam sebuah diskusi politik di Jakarta. Ia mengaku terprovokasi oleh pernyataan Adhie Massardi, mantan jubir Gus Dur, yang juga tampil sebagai pembicara di forum itu.

Sutan tentu tidak sedang keseleo lidah. Sebagai politisi, ia memang sering tampil di forum-forum diskusi. Juga talkshow dan ditayangkan langsung di televisi. Tapi sayang, ucapannya sering ceplas-ceplos dan sayang pula kadang terlalu emosional sehingga tak menampakkan kecerdasan. Ia suka ngotot dan merasa paling benar. Celakanya, presenter TV malah senang memancing-mancingnya, agar acaranya jadi heboh dan menarik perhatian pemirsa. 

Nah, ucapannya tentang Gus Dur itu, bisa jadi amat fatal. Dianggap melecehkan bahkan menghina Presiden ke-4 itu. Orang-orang Gus Dur marah besar. Tokoh-tokoh NU mengingatkan Partai Demokrat (PD) agar memberi sanksi terhadapnya, bahkan ada pula yang mendesak supaya Sutan dipecat dari partai yang dikomandani Presiden SBY itu. Ketum PD Anas Urbaningrum sudah berusaha meminta maaf kepada keluarga Gus Dur, tapi massa pendukung Sang Kiai itu tetap menolak. Mereka menuntut Sutan langsung yang meminta maaf, sebab ucapannya itu tidak terkait dengan partai, tapi tanggung jawab pribadi. ''Gus Dur kok dilawan,'' komentar seorang teman.

Sebetulnya, Sutan tak sendiri. Cukup banyak politisi yang ucapan-ucapannya kontroversial dan menyinggung pihak lain. Ingatlah ucapan Marzuki Alie beberapa bulan lalu. Politisi yang juga dari Partai Demokrat dan kini sebagai Ketua DPR ini, pernah menyinggung perasaan warga Mentawai,  Sumatera Barat, yang dilanda tsunami. Kata Marzuki, warga di sana yang takut ombak seharusnya tidak tinggal di dekat pantai. Ia menyitir pepatah yang berbunyi ''Kalau takut dilimbur ombak, jangan berumah di tepi pantai.'' Warga Mentawai merasa dilecehkan dengan ucapan Marzuki itu. Kenapa? Sebab kawasan pantai itu memang sudah sejak lama menjadi tempat tinggal mereka. Beranak, bercucu, bahkan mati di tempat itu. Gara-gara ucapan Marzuki itulah, pengurus PD sempat meminta maaf.

Kalau mau didata, sebetulnya cukup banyak politisi yang ucapan-ucapannya kontroversial, pedas dan membuat marah pihak lain. Itulah gambaran bahwa politisi kita kadang kurang berhati-hati saat bicara. Mereka seringkali mudah terbakar emosi dan lantas mengeluarkan pernyataan yang tidak pantas atau tidak semestinya diucapkan. Apalagi politisi yang arogan, sering ngomong blak-blakan tanpa peduli omongannya menerjang sana sini serta menyakitkan orang lain.

Padahal ucapan seorang politisi amat strategis, dalam arti bisa mengubah konstalasi politik. Mereka bicara yang baik dan penting-penting saja dapat mengubah keadaan masyarakat atau suatu bangsa/negara. Apalagi mereka bicara ngaco atau ngawur, bisa mengeruhkan suasana dan mencelakakan. Tapi yang celaka adalah dirinya sendiri. Dan, publik tidak akan melupakan omongan ngawur sang politikus itu, hingga merusak trust (kepercayaan), kredibilitas dan akhirnya menghancurkan karier politiknya di masa depan.

Bukankah pepatah Arab sudah mengingatkan: mulutmu harimaumu! Kalau kau tidak pandai menjaganya, maka akan menerkam dirimu sendiri...!

Pos Pengumben, 28 November 2012
ZHM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar