Senin, 12 November 2012

Diego, Sepak Bola atau Sepak Kepala?

Dalam sepakbola kita, tidak jelas 
mana ''game'' dan mana ''crime''...


TAHUKAH Anda? Sepakbola Indonesia adalah olahraga paling menarik di dunia. Ya, sangat menarik sekali. Jauh lebih menarik daripada ajang Euro (Piala Eropa) dan World Cup (Piala Dunia). Tak percaya? Lihat saja permainan di lapangan hijau. Seringkali bukan bola yang disepak, tapi para pemain saling sikut dan adu jotos. Bila perlu badan dan kepala pun ditendang. Bahkan wasit bisa babak belur karena dikeroyok dan dipukuli pemain. Dan, antarsuporter, terbiasa perang batu di dalam maupun luar stadion. Bukankah itu menarik? 

Yang tak kalah menarik, bahkan bikin heboh, pemain melakukan penganiayaan di Night Club -- tempat yang tak punya korelasi sedikit pun dengan klub sepakbola. Itulah yang dilakukan Diego Michiels, seorang pemain Timnas. Dia berkelahi dan memukul seseorang hingga mukanya memar, bahkan berdarah-darah. Keluarga korban lalu melapor ke polisi.  Akibat perbuatannya itu, Diego ditangkap dan sejak akhir pekan lalu ditahan di sel Polsek Tanah Abang. 

Penahanan Diego menuai pro-kontra. Banyak kalangan setuju dia ditahan, dan bila perlu namanya dicoret dari Timnas. Sebab dia dinilai telah melakukan indisipliner serta perbuatan kriminal yang dapat merusak prestasi Timnas sekaligus citra persepakbolaan Indonesia. Sedangkan pihak Timnas atau PSSI cenderung membela Diego, dengan alasan dia pemain berbakat yang diharapkan bisa ikut memperkuat Timnas terutama di ajang Piala AFF di Malaysia, 24  November - 1 Desember 2012 ini.

Benarkah ulah Diego bisa merusak citra sepakbola kita? Memangnya sepakbola kita masih punya citra? Tanpa adanya kasus Diego pun citra sepakbola Indonesia sudah ancur-ancuran. Tidak jelas mana game dan mana crime.  Atau, setiap game selalu berakhir dengan crime. Hampir sepanjang sejarah, pengurus PSSI terus berkelahi. Bukan hanya adanya dualisme kepengurusan atau organisasi, tapi juga dibelit berbagai skandal suap, korupsi dan judi. Alhasil, menonton pertikaian antarpengurus PSSI jauh lebih menarik ketimbang menonton duel Timnas di stadion Senayan sekalipun misalnya lawannya tim Barcelona atau Spanyol.

Sepertinya sudah menjadi ''takdir dan kutukan'' kalau sepakbola Indonesia terus menderita kekalahan. Masa keemasan era tahun 1960-an hanya tinggal kenangan, tak pernah terulang lagi. Walaupun sudah dibongkar-susun Timnas dengan banyak pemain baru dan gonta-ganti nama, termasuk Timnas Garuda, tetap saja terpuruk walau di tingkat Asia. Timnas kita lebih sering dipecundangi Thailand dan Malaysia. Sepertinya, begitu sulit mencari 11 orang saja pemain bola terbaik di antara sekitar 250 juta rakyat Indonesia. 

Padahal, sepakbola sebagai olahraga rakyat, sangat bisa mengharumkan nama negara dan bangsa di  mata dunia. Itu sudah dialami dan dirasakan bangsa-bangsa di Eropa dan juga Afrika. Dengan jumlah penduduk yang besar mestinya Indonesia bisa. Nyatanya itu tidak pernah. Negara kita lebih dikenal sebagai pengekspor TKI ke Malaysia dan Arab Saudi. Juga sebagai negara terkorup ke-10 di  wilayah Asia-Pasific. Di kancah dunia, sepakbola kita masih dipandang sebelah mata. Entah sampai kapan akan terus begini; menderita, dan merana.

Nah, kalau faktanya seperti itu, masih menarikkah menonton sepakbola Indonesia? Masih perlukah datang ke Gelora Bung Karno atau ke stadion-stadion di daerah? Masih perlukah pula menyalakan televisi yang menayangkan Liga-liga Indonesia?

Jangan salahkan publik di tanah air kalau mereka rela begadang malam-malam untuk menonton Liga Italia, Liga Inggris atau Liga Eropa yang tayang di televisi. Sebab itu adalah pertandingan sepakbola kelas dunia, yang sangat asyik ditonton, juga memberikan pelajaran tentang teknik bermain bola dengan seni dan citarasa tinggi. Juga memberikan semangat dan nilai-nilai sportivitas.

Jangan salahkan publik atau penonton jika mereka -- kini atau nanti -- segera mengganti chanel atau mematikan televisi tatkala ada tayangan sepakbola Indonesia, tapi adegannya justru pemain adu jotos atau wasit lari terbirit-birit karena dikeroyok para pemain... 

Jakarta, 13 November 2012
ZHM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar